Sabtu, 16 Maret 2013

Dongeng Skolong Reba Todo dan Si Cue

Di bawah ini adalah dongeng tentang Skolong Reba Todo dan Si Cue. Selamat membaca dan semoga ada hikmah yang dapat Anda ambil.

Skolong Reba Todo pemuda yang tampan sudah direncanakan untuk dijodohkan dengan anak bibinya. Walaupun anak bibinya belum lahir, Skolong sudah disuruh ibunya untuk mulai tinggal bersama dengan bibinya. Maksud ibunya, kelak kalau bibinya melahirkan anak gadis yang cantik maka gadis itu langsung akan dijodohkan dengan Skolong. Skolong pun berangkat menuju rumah bibinya. Ia diterima oleh bibinya dengan ramah. Bibinya sangat senang karena Skolong tampan dan rajin. Skolong membantu mencarikan kayu api. Ia pun bekerja di kebun bersama pamannya.

Waktu itu bibinya sedang hamil. Tentu saja Skolong berharap bibinya melahirkan seorang putri yang cantik. Tetapi yang lahir bukanlah seorang putri cantik, melainkan sebuah cue atau ubi hutan yang berbulu-bulu. Cue biasanya tumbuh begitu saja di hutan, tidak ditanam manusia dan juga tidak dipelihara manusia.

Paman, bibi, dan Skolong tentu sangat sedih. Tapi bagaimanapun makhluk itu adalah anak mereka. Mereka harus menerimanya dengan ikhlas. Lebih-lebih lagi si Cue bisa berbicara layaknya manusia. Mereka berharap Skolong tetap bersedia menerima Cue sebagai calon istrinya. Namun pemuda itu tidak mau. Skolong pun berniat untuk segera kembali ke rumah ibunya.

"Kakak Skolong," kata si Cue, "Kalau kau kembali ke rumah ibumu, aku juga ikut."

"Adik Cue! Jangan ikut aku!" kata Skolong, "Walaupun kau larang aku tetap pergi bersamamu."

Skolong berkemas-kemas untuk segera kembali ke rumah orang tuanya. Si Cue pun ikut berkemas-kemas. Si Cue tidak malu dan tidak sakit hati sekalipun diejek oleh Skolong. Skolong Reba Todo berjalan menuju kampungnya. Sekitar lima belas meter di belakangnya menyusul pula si Cue hendak menuju ke kampung Skolong. Di tengah perjalanan kadang-kadang si Cue bergulir mendahului si Skolong, tetapi Skolong tidak mengetahuinya. Skolong mengira bahwa si Cue masih berada di belakangnya, tahu-tahu si Cue berada di depannya. Jika si Cue berada di depan, seolah-olah Skolong melihat rombongan manusia yang berjalan dari arah berlawanan. Sebenarnya rombongan itu adalah rombongan si Cue, tetapi Skolong tidak mengenalinya. Ketika Skolong berpapasan dengan rombongan itu, beberapa orang bertegur sapa dengan Skolong, "Tuan-tuan, ada sebuah cue yang mengikuti saya, kalau tuan-tuan melihatnya, bunuh saja atau lemparkan cue itu ke jurang yang gelap," pinta Skolong kepada rombongan tersebut.

Setiap ada perjumpaan seperti itu, Skolong dilirik seorang gadis cantik yang ada dalam rombongan. Dalam sekejap mata gadis cantik itu berlalu bersama dengan rombongannnya, dan saat itu juga Skolong mendengar nyanyian seorang gadis, "Wahai Skolong, dalam perjalananmu yang jauh, kau lalui beberapa kampung, kau pandangi seorang gadis, betapa cintaku padamu, aku rindu belaianmu."

Mendengar suara nyanyian itu, Skolong diam sejenak. Dipandanginya alam sekitarnya, barangkali di sana ada seorang gadis yang sedang bernyanyi. Akan tetapi, di sekitarnya tiada seorang manusia pun. Yang ada hanyalah burung-burung berkicau. Skolong pun menoleh ke arah si Cue, siapa tahu si Cue juga bisa menyanyi. Akan tetapi, si Cue tak kelihatan.

Keluarga Skolong sibuk menyiapkan segala sesuatunya. Mereka mengira bahwa Skolong akan datang bersama dengan istrinya. Begitu pemuda itu masuk ke kampungnya, keluarganya tidak melihat seorang gadis berjalan dengan Skolong. Yang dilihat hanyalah sebuah cue yang bergulir mengikuti Skolong.

Si Cue tidak peduli dengan kata-kata orang, ia masuk ke rumah Skolong dan segera mambantu orang tua Skolong untuk menanak makanan dan menimba air di pancuran.

"Oe, inang," panggil si Cue kepada bibinya, "Aku pergi timba air." Bibinya sangat heran. Si Cue menggeret-geret wadah air yang kosong. Sampai dipancuran, ia menanggalkan kulitnya. Orang tidak melihatnya. Begitulah kerjanya setiap hari.

Dalam minggu itu ada pesta wagal, yaitu salah satu pesta adat dalam tata cara perkawinan orang Manggarai. Dalam pesta itu akan diadakan pertandingan caci. Dalam pertandingan yang dimainkan kaum lelaki itu, biasanya ada iringan pukulan gong dan gendang oleh kaum wanita, gadis-gadis biasanya membawakan tarian khas Manggarai. Si Cue mengetahui pesta wagal yang disertai dengan caci. Oleh karena itu, si Cue menyiapkan rombongannya. Ia berpura-pura pergi menimba air di pancuran. Di sana ia menanggalkan dan menyembunyikan kulitnya di bawah batu lempeng. Setelah itu, tiba-tiba muncullah serombongan manusia; tua muda, laki perempuan, pemuda, dan gadis-gadis. Rombongan si Cue itu berarak-arak menuju ke halaman kampung, yaitu tempat berlangsungnya permainan caci.
Dongeng Skolong Reba Todo dan Si Cue
Dongeng Skolong Reba Todo dan Si Cue
"Rombongan dari mana ini?" tanya Skolong kepada orang-orang yang sekampung dengannya.

"Mungkin dari kampung Rejeng," jawab seorang kampung.

Rombongan yang dipimpin Cue itu sungguh menarik perhatian karena penuh dengan gadis cantik dan pemuda tampan.

Malam harinya Skolong bermimpi. Dalam mimpi ia disuruh untuk mengikuti si Cue ke pancuran. Ketika si Cue pagi-pagi buta hendak berangkat ke air pancuran, Skolong mengikutinya dan bersembunyi di sekitar pancuran. Dari persembunyiannya itu Skolong melihat si Cue menyembunyikan kulitnya di bawah batu lempeng. Setelah itu, muncullah serombongan manusia.

"Oo... ini rombongan si Cue," kata Skolong dalam hati. Begitu si Cue dan rombongannya berjalan menuju ke halaman kampung untuk mengikuti caci hari kedua, secara diam-diam Skolong mengambil kulitnya. Pesta caci hari kedua pun segera dimulai. Si Cue yang telah berubah menjadi gadis cantik itu sedang menari dengan lenggak-lenggoknya di halaman. Semua mata memandangi kecantikannya.

Pada saat si Cue sedang asik menari, Skolong meletakkan kulit si Cue di atas asap api. Begitu kulit itu kena asap api, si Cue yang sedang menari tiba-tiba pingsan. Orang-orang terkejut dan Skolong pun segera menolongnya. Kulit Cue yang telah kena asap api itu segera dicelupkan ke dalam air lalu dibalutkan ke kepala gadis cantik yang pingsan itu. Pelan-pelan gadis itu sadar. Setelah sadar, ia ditanya Skolong.

"Siapakah kau yang sebenarnya?" tanya Skolong. "Aku... anak bibimu," jawabnya pelan dan pasti. Sekarang Skolong baru semakin mengerti bahwa sebuah cue yang dilahirkan bibinya tempo dulu ternyata seorang gadis cantik. Skolong agak merasa malu dan rikuh jika ingat betapa dulu ia mengejek si Cue dan mempermalukan gadis itu dengan sikap dan kata-kata kasar.

Namun si Cue tidak mendendam, pada dasarnya ia memang mencintai pemuda itu maka ia tidak merasa terhina dan malu ketika diejek Skolong. Mereka segera dinikahkan dan akhirnya hidup berbahagia hingga hari tua. Seseorang tidak seharunya menilai orang lain dari ujud lahirnya saja. Tapi juga sikap dan budi pekertinya. Seperti halnya si Cue, walau ia hanya berbentuk ubi, ternyata ia sangat menyayangi Skolong, dan rela membantu orang tua Skolong bekerja keras.

Tamat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar