Minggu, 30 September 2012

Kisah Tentang Kesalehan Jiwa

Di bawah ini adalah sebuah kisah dari Ibrahim ibnu Adham yang memberikan nasihat kepada seorang tabib ahli jiwa, di mana nasihat-nasihat yang diberikannya begitu bermakna dan menyentuh. Selamat membaca:

Ada seorang lelaki mendatangi Ibrahim ibnu Adham. Dia adalah seorang tabib ahli jiwa. Lelaki itu berkata kepada Ibrahim, “Aku adalah orang yang menyakiti diri sendiri. Tunjukkanlah kepadaku hal-hal yang membuatku jera.” Ibrahim menasihatinya, “Jika kamu melakukan lima hal ini, kamu tidak akan termasuk orang-orang yang melakukan maksiat.”

Lelaki itu sangat bersemangat untuk mendengar nasihat Ibrahim. “Berikanlah apa yang engkau punya wahai Ibrahim.” Maka Ibrahim menyebutnya:

Pertama, “Jika kamu ingin berbuat maksiat kepada Allah, janganlah kamu memakan sesuatu pun dari rezeki-Nya.” Orang itu pun terheran-heran dan berkata dengan nada bertanya, “Bagaimana engkau mangatakan hal itu wahai Ibrahim padahal semua rezeki datangnya dari Allah swt?” Ibrahim menjawab, “Jika kamu mengetahui hal itu, apakah pantas kamu makan rezeki-Nya dan berbuat maksiat terhadap-Nya?” Orang itu berkata, “Tidak, wahai Ibrahim.”

Kedua, “Jika kamu ingin berbuat maksiat kepada Allah, janganlah kamu bertempat tinggal di negeri-Nya.” Maka orang itu terheran-heran melebihi keheranannya yang pertama dan bertanya, “Mengapa engkau mengatakan hal itu wahai Ibrahim padahal semua negeri ini milik Allah?” Ibrahim menjelaskan, “Bila kamu mengetahui hal itu, apa pantas kamu berbuat maksiat kepada-Nya?” Lelaki itu menjawab, “Tidak.”

Ketiga, “Jika kamu ingin berbuat maksiat kepada Allah maka carilah suatu tempat yang Allah tidak melihatmu. Jika kamu mendapatkan tempat itu maka lakukanlah maksiatmu kepada Allah.” Lelaki itu berkata, “Bagaimana engkau mengatakan hal itu padahal Allah Maha Mengetahui segala rahasia dan Maha Mendengar derap kaki semut yang sedang berjalan di atas batu cadas yang keras pada malam yang gelap gulita?” Maka Ibrahim berkata, “Bila kamu mengetahui hal itu apa pantas kamu berbuat maksiat kepada-Nya?” Lelaki itu menjawab, “Tidak.”
Kisah Tentang Kesalehan Jiwa
Kisah Tentang Kesalehan Jiwa
Keempat, “Jika datang malaikat maut untuk mencabut nyawamu maka katakan padanya, ‘Tundalah sampai batas tertentu’.” Lelaki itu pun terheran-heran, “Bagaimana engkau mengatakan hal itu padahal Allah berfirman, ‘Maka Apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya dan tidak dapat memajukannya’?” Maka Ibrahim menjawab, “Bila kamu mengetahui hal itu, bagaimana kamu mengharapkan keselamatan?” Lelaki itu berkata, “Benar.”

Kelima, “Bila datang kepadamu malaikat Zabaniah yakni malaikat penjaga neraka jahanam untuk menjeratmu menuju neraka jahanam, janganlah kamu pergi bersama mereka.” Belum selesai Ibrahim menjelaskan nasihat yang kelima, lelaki itu menangis sambil berkata, “Cukup Ibrahim! Aku mohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya” Orang itu pun akhirnya menekuni ibadah sampai akhir hayatnya.

Semoga kisah (cerita) diatas dapat memberikan hikmah (pelajaran) dan keteladanan untuk kita semua dan nasihat-nasihat dari Ibrahin ibnu Adham dapat menjadikan kita sebagai hamba Allah swt. yang selalu dapat menjalankan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Amin.

Sabtu, 29 September 2012

Kisah Teladan Khalifah Umar Bin Khattab dan Ibu Pemasak Batu

Suatu masa dalam kepemimpinan Umar, terjadilah Tahun Abu. Masyarakat Arab, mengalami masa paceklik yang berat. Hujan tidak lagi turun. Pepohonan mengering, tidak terhitung hewan yang mati mengenaskan. Tanah tempat berpijak hampir menghitam seperti abu.

Putus asa mendera di mana-mana. Saat itu Umar sang pemimpin menampilkan kepribadian yang sebenar-benar pemimpin. Keadaan rakyat diperhatikannya saksama. Tanggung jawabnya dijalankan sepenuh hati. Setiap hari ia menginstruksikan aparatnya menyembelih onta-onta potong dan menyebarkan pengumuman kepada seluruh rakyat. Berbondong-bondong rakyat datang untuk makan. Semakin pedih hatinya. Saat itu, kecemasan menjadi kian tebal. Dengan hati gentar, lidah kelunya berujar, “Ya Allah, jangan sampai umat Muhammad menemui kehancuran di tangan ini.”

Umar menabukan makan daging, minyak samin, dan susu untuk perutnya sendiri. Bukan apa-apa, ia khawatir makanan untuk rakyatnya berkurang. Ia, si pemberani itu, hanya menyantap sedikit roti dengan minyak zaitun. Akibatnya, perutnya terasa panas dan kepada pembantunya ia berkata “Kurangilah panas minyak itu dengan api”. Minyak pun dimasak, namun perutnya kian bertambah panas dan berbunyi nyaring. Jika sudah demikian, ditabuh perutnya dengan jemari seraya berkata, “Berkeronconglah sesukamu, dan kau akan tetap menjumpai minyak, sampai rakyatku bisa kenyang dan hidup dengan wajar.”

Hampir setiap malam Umar bin Khattab melakukan perjalanan diam-diam. Ditemani salah seorang sahabatnya, ia masuk keluar kampung. Ini ia lakukan untuk mengetahui kehidupan rakyatnya. Umar khawatir jika ada hak-hak mereka yang belum ditunaikan oleh aparat pemerintahannya.

Malam itu pun, bersama Aslam, Khalifah Umar berada di suatu kampung terpencil. Kampung itu berada di tengah-tengah gurun yang sepi. Saat itu Khalifah terperanjat. Dari sebuah kemah yang sudah rombeng, terdengar seorang gadis kecil sedang menangis berkepanjangan. Umar bin Khattab dan Aslam bergegas mendekati kemah itu, siapa tahu penghuninya membutuhkan pertolongan mendesak.

Setelah dekat, Umar melihat seorang perempuan tua tengah menjerangkan panci di atas tungku api. Asap mengepul-ngepul dari panci itu, sementara si ibu terus saja mengaduk-aduk isi panci dengan sebuah sendok kayu yang panjang.

“Assalamu’alaikum,” Umar memberi salam.

Mendengar salam Umar, ibu itu mendongakan kepala seraya menjawab salam Umar. Tapi setelah itu, ia kembali pada pekerjaannya mengaduk-aduk isi panci.

“Siapakah gerangan yang menangis di dalam itu?” tanya Umar.

Dengan sedikit tak peduli, ibu itu menjawab, “Anakku….”

“Apakah ia sakit?”

“Tidak,” jawab si ibu lagi. “Ia kelaparan.”

Umar dan Aslam tertegun. Mereka masih tetap duduk di depan kemah sampai lebih dari satu jam. Gadis kecil itu masih terus menangis. Sedangkan ibunya terus mengaduk-aduk isi pancinya.
Kisah Teladan Khalifah Umar Bin Khattab dan Ibu Pemasak Batu
Kisah Teladan Khalifah Umar Bin Khattab dan Ibu Pemasak Batu
Umar tidak habis pikir, apa yang sedang dimasak oleh ibu tua itu? Sudah begitu lama tapi belum juga matang. Karena tak tahan, akhirnya Umar berkata, “Apa yang sedang kau masak, hai Ibu? Kenapa tidak matang-matang juga masakanmu itu?”

Ibu itu menoleh dan menjawab, “Hmmm, kau lihatlah sendiri!”

Umar dan Aslam segera menjenguk ke dalam panci tersebut. Alangkah kagetnya ketika mereka melihat apa yang ada di dalam panci tersebut. Sambil masih terbelalak tak percaya, Umar berteriak, “Apakah kau memasak batu?”

Perempuan itu menjawab dengan menganggukkan kepala.

“Buat apa?”

Dengan suara lirih, perempuan itu kembali bersuara menjawab pertanyaan Umar, “Aku memasak batu-batu ini untuk menghibur anakku. Inilah kejahatan Khalifah Umar bin Khattab. Ia tidak mau melihat ke bawah, apakah kebutuhan rakyatnya sudah terpenuhi belum. Lihatlah aku. Aku seorang janda. Sejak dari pagi tadi, aku dan anakku belum makan apa-apa. Jadi anakku pun kusuruh berpuasa, dengan harapan ketika waktu berbuka kami mendapat rejeki. Namun ternyata tidak. Sesudah magrib tiba, makanan belum ada juga. Anakku terpaksa tidur dengan perut yang kosong. Aku mengumpulkan batu-batu kecil, memasukkannya ke dalam panci dan kuisi air. Lalu batu-batu itu kumasak untuk membohongi anakku, dengan harapan ia akan tertidur lelap sampai pagi. Ternyata tidak. Mungkin karena lapar, sebentar-sebentar ia bangun dan menangis minta makan.”

Ibu itu diam sejenak. Kemudian ia melanjutkan, “Namun apa dayaku? Sungguh Umar bin Khattab tidak pantas jadi pemimpin. Ia tidak mampu menjamin kebutuhan rakyatnya.”

Mendengar penuturan si Ibu seperti itu, Aslam akan menegur perempuan itu. Namun Umar sempat mencegah. Dengan air mata berlinang ia bangkit dan mengajak Aslam cepat-cepat pulang ke Madinah. Tanpa istirahat lagi, Umar segera memikul gandum di punggungnya, untuk diberikan kepada janda tua yang sengsara itu.

Karena Umar bin Khattab terlihat keletihan, Aslam berkata, “Wahai Amirul Mukminin, biarlah aku saja yang memikul karung itu.”

Dengan wajah merah padam, Umar menjawab, “Aslam, jangan jerumuskan aku ke dalam neraka. Engkau akan menggantikan aku memikul beban ini, apakah kau kira engkau akan mau memikul beban di pundakku ini di hari pembalasan kelak?”

Aslam tertunduk. Ia masih berdiri mematung, ketika terseok-seok Khalifah Umar bin Khattab berjuang memikul karung gandum menuju ke tempat wanita dan anak-anaknya yang sedang kelaparan. Ketika sampai di tempat wanita tersebut kemudian khalifah Umar meletakkan karung berisi gandum dan beberapa liter minyak samin ke tanah, kemudian memasaknya. Tatkala gandum tersebut sudah masak Khalifah Umar meminta sang ibu membangunkan anaknya.

“Bangunkanlah anakmu untuk makan.”

Anak yang kelaparan tersebut bangun dan makan dengan lahapnya. Anak tersebut kembali tertidur dengan perut yang telah kenyang.

Wanita itu berkata, “Terimakasih, semoga Allah membalas perbuatanmu dengan pahala yang berlipat.”

Sebelum pergi, khalifah Umar berkata kepada wanita tersebut untuk datang menemui khalifah Umar bin Khattab ra, karena khalifah akan memberikan haknya sebagai penerima santunan negara.

Esok harinya pergilah wanita tersebut ke tengah kota Madinah untuk menemui khalifah Umar bin Khattab ra, dan tatkala wanita tersebut bertemu dengan khalifah Umar, betapa terkejutnya wanita tersebut bahwa khalifah Umar adalah orang yang memanggulkan dan memasakkan gandum tadi malam.

Jumat, 28 September 2012

Kisah Teladan Siasat Laba-laba

Berikut ini adalah kisah dari seekor laba-laba yang mengatur siasanya. Semoga bermanfaat bagi kita semua:

Seseorang mengambil sebatang tongkat dan menancapkannya di tepi kolam. Ia lalu mengambil seekor laba-laba dan menaruhnya di ujung tongkat. Orang itu berdiri, memperhatikan cara yang akan ditempuh laba-laba untuk keluar dari tempat itu.

Dengan tenang laba-laba itu turun dari ujung tongkat hingga mencapai air. Laba-laba itu melihat bahwa jalanan buntu. Ia lantas berputar mengelilingi tongkat, berharap akan menemukan jalan keluar. Ketika usahanya sia-sia, laba-laba itu kembali ke atas tongkat. Ia diam sejenak tanpa bergerak, seolah sedang berpikir, mencari siasat agar terbebas dari penjaranya.

Akhirnya, laba-laba mengeluarkan benang panjang dari perutnya. Salah satu ujung benang diletakkan pada tongkat dan ujung lainnya ia biarkan terbang di udara. Laba-laba itu menanti apa yang akan dilakukan oleh Allah dengannya. Ujung benang itu kemudian menempel pada pohon kecil yang terdapat di tepi kolam. Lalu, laba-laba itu menyeberangi jembatan yang telah dibuatnya dan sampai di daratan dengan selamat dan sentosa.

Ketika menyaksikan peristiwa itu, orang tersebut merasa yakin bahwa Allah tidak menciptakan seekor hewan, yang kecil sekalipun, kecuali juga menciptakan kemampuan untuk mengurus dirinya sendiri.
Kisah Teladan Siasat Laba-laba
Kisah Teladan Siasat Laba-Laba
Kisah Siasat Laba-laba di atas mengajarkan kepada kita semua bahwa Allah menciptakan seluruh makhluk dengan kemampuan masing-masing. Di kisah ini pun diajarkan bahwa apabila kita sedang mengalami kesulitan, jangan pernah mudah menyerah, tetapi hendaklah terus berusaha sambil dibarengi dengan berpikir dan merenung, insya Allah, Allah yang akan membantu kita.

Semoga kita semua termasuk hamba-hamba-Nya yang berpikir untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi. Amin.

Kamis, 27 September 2012

Kisah Teladan Laba-laba dan Lalat

Berikut kisah dari Laba-laba dan Lalat. Semoga kisah di bawah ini memberikan manfaat dan hikmah untuk kita semua. Selamat membaca:

Laba-laba: “Aku melihat seekor burung terbang tinggi. Dengungnya mengabarkan nyanyian merdu. Inilah lalat yang datang merindukanku. Selamat datang wahai yang kedatangannya amat aku nantikan.”

Lalat: “Apa maumu dengan sambutan ini? Menyakiti makhluk yang mencintai hidup yang tenteram? Aku tahu, jika laba-laba melihat lalat, ia tidak kuasa menahan hasrat untuk bersantap.”

Laba-laba: “Itu omongan musuh, semua hanya kedengkian. Jangan dengarkan itu, jangan pedulikan. Andai kau lihat sarang dan jamuan yang aku siapkan, tentu kamu akan tidak akan keberatan singgah.”

Lalat: “Tidak, aku tak akan mendatangi rumahmu. Aku tahu, kamu akan menghisap darahku. Kamu tidak hanya ingin mengundangku melihat-lihat rumahmu. Tinggalkan aku, jangan sakiti aku.”

Laba-laba: “Dengan akalmu kamu telah menerima omongan-omongan yang benar dari semua makhluk, hingga kamu menjadi seperti orang pandai. O, sayap yang lembut dan bola mata yang berbinar! Mahasuci Tuhanku, betapa banyak nikmat yang diberikan kepadamu.”

Lalat: “Tuan, aku sangat berterima kasih kepadamu. Pujianmu sungguh sangat indah. Terimalah tanganku, perkenankan aku meminta maafmu karena buruk sangkaku telah menyakitimu.”

Laba-laba: "Berikan tanganmu dan aku akan memperdayamu dalam jeratku. Aku akan menyantapmu dengan lahap. Pujianku telah menipumu dan kau termakan olehnya. Karena itu rasakanlah kematian dan kebinasaan.”
Kisah Teladan Laba-laba dan Lalat
Gambar bersumber dari google
Kisah Laba-laba dan Lalat di atas mengajarkan kepada kita semua bahwa jika kita menerima sebuah pujian dari orang yang hendak menguasai kita dengan kejahatan maka hendaklah untuk berwaspada dan jangan sekali-kali terlena dengan pujian tersebut.

Semoga kita semua terlindungi dari orang-orang yang jahat. Amin.

Kisah Teladan Bocah-bocah dan Katak

Di bawah ini adalah kisah teladan dari katak ketika mereka menghadapi gangguan dari bocah-bocah usil. Semoga kisah teladan di bawah ini dapat bermanfaat dan memberikan hikmah kepada kita semua:

Pada hari libur, beberapa bocah pergi ke kebun dan tanah lapang. Bocah-bocah itu berlomba lari dan lompat hingga tenaga mereka terkuras. Mereka lalu duduk-duduk di tepi telaga untuk beristirahat. Mereka mendengar suara katak. Seekor katak terlihat melompat dari satu tempat ke tempat lain dengan gontai. Bocah-bocah pun bersepakat untuk beradu melemparinya dengan batu. Pemenangnya adalah yang berhasil mengenainya.

Kesepakatan itu segera mereka lakukan untuk bersenang-senang tanpa menghiraukan rasa sakit yang dirasakan oleh si katak. Ketika serangan bocah-bocah itu makin sengit, katak-katak berkumpul di tengah telaga.

“Mengapa bocah-bocah itu menyakiti kita. Menimpuki kita dengan batu, padahal kita tidak melakukan kesalahan apa-apa terhadap mereka? Ini jelas kejahatan.” keluh salah satu dari mereka.

“Lalu apa yang dapat kita lakukan? Kita ini lemah. Kita tidak memiliki kekuatan apa-apa untuk melawan kejahatan orang-orang kejam yang menyerang tempat kita. Jika di antara kita ada yang keluar dan meminta mereka untuk menghentikan gangguan, mereka pasti akan segera melemparinya dengan batu bahkan mungkin membinasakannya. Kita serahkan saja tempat ini kepada mereka dan kita pindah ke tempat lain.” kata yang lain.

Katak yang paling besar akhirnya berkata, “Meksi diterjang bencana, tidak seharusnya penduduk meninggalkan negerinya. Yang harus kita lakukan adalah keluar dan menghadapi orang-orang kejam itu. Atas nama kebenaran dan keadilan, kita minta mereka menghentikan kejahatan mereka. Allah swt. adalah pemimpin kita dan sebaik-baik penolong.”
Kisah Teladan Bocah-bocah dan Katak
Kisah Teladan Bocah-bocah dan Katak
Semua katak bersepakat dengan ucapan katak besar itu. Mereka berenang ke tepi telaga sambil berseru, “Hai orang-orang kejam. Kalian menyakiti kami tanpa alasan. Kami bersaksi kepada Allah swt. dan manusia, bahwa kalian telah zalim kepada kami. Pergi kalian! Lakukan kebaikan dan jangan membuat permusuhan. Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan dan melakukan dosa.”

Bocah-bocah itu merasa malu dengan perbuatan mereka. Mereka pun pergi meninggalkan katak-katak tersebut dan pulang dengan perasaan sesal.

Kisah Bocah-bocah dan Katak di atas memiliki hikmah (pelajaran) yang begitu dalam yang dapat kita ambil, sebagai contoh adalah perintah untuk mencintai tanah air. Jikalau negeri atau daerah yang kita tempati mengalami gangguan dari negeri atau daerah lain tanpa ada alasan kesalahan yang dilakukan maka hendaknya kita mempertahankannya dengan syarat untuk tetap berpegang teguh kepada Allah swt. Dan satu hal yang penting juga adalah memperingatkan kepada kita semua bahwa mengganggu orang-orang yang tidak bersalah adalah perbuatan yang sangat tidak terpuji sebab akan merugikan orang lain dan tentu saja Allah swt. akan membalas terhadap apa yang kita lakukan.

Selasa, 25 September 2012

Kisah Teladan Burung Dara dan Semut

Berikut kisah (cerita) tentang Burung Dara dan Semut. Selamat membaca kisah teladan di bawah ini:

Semut kecil pergi ke sungai untuk minum dan beristirahat, setelah lelah mengumpulkan makanan. Namun kaki semut terpeleset dan ia tercebur ke dalam air. Ia tidak bisa keluar sebab tidak bisa berenang. Semut hampir tenggelam.

Saat itu, burung dara yang putih bersih berdiri di atas batu yang ada di air. Ia menyaksikan peristiwa yang dialami semut. Hatinya tersentuh dan ia berusaha menolongnya. Segera ia terbang ke daratan dan kembali. Pada paruhnya terdapat sebatang rumput. Rumput itu ia julurkan ke dalam air dan dihubungkan ke daratan. Semut menangkap rumput itu dan keluar dari air dengan selamat.

Beberapa hari setelah itu, burung dara hinggap di cabang sebuah pohon, berteduh dengan daun-daunnya. Dari kejauhan, seorang pemburu berjalan dan mengetahui keberadaannya. Pemburu itu berhenti, membidikkan senapannya ke arah burung dara untuk menembaknya. Burung dara tidak menyadarinya. Tapi semut yang telah ia selamatkan melihat pemburu itu dan mengetahui niatnya.

Kemudian semut merambat ke tubuh pemburu. Manakala pemburu hampir melepas tembakannya, semut menggigitnya keras-keras hingga membuatnya kaget. Tubuh pemburu itu bergoyang, tembakannya melenceng dan tidak mengenai sasaran. Burung dara selamat dari tembakan pemburu itu, sebagai balasan atas kebaikannya kepada semut. Barang siapa berbuat sebiji zarah kebajikan akan mendapatkan balasannya.
Kisah Teladan Burung Dara dan Semut
Kisah Teladan Burung Dara dan Semut
Kisah (cerita) di atas mengajarkan kepada kita semua untuk melakukan perbuatan baik antar sesama sebab pasti akan ada balasan bagi siapa saja yang melakukan kebaikan dan dengan waktu yang tidak disangka-sangka.

Kisah Teladan Dua Domba

Di bawah ini adalah sebuah kisah (cerita) dari dua domba. Selamat membaca kisah (cerita) berikut ini:

Di jalan yang sempit, dua domba sedang berhadapan. Jalanan itu hanya dapat dilewati oleh satu domba. Sebab, di satu sisi sebuah lereng menjulang tinggi dan di sisi lainnya sebuah jurang menganga. Maka, salah satu domba kemudian merebahkan diri di atas tanah dan domba lainnya berjalan di atas tubuhnya dengan hati-hati dan waspada. Setelah itu domba bangun dan berjalan dengan selamat.

Dua domba lain berada di bibir sungai. Sebuah pohon melintang, menghubungkan dua tepian. Pohon itu seolah menjadi jembatan yang sempit. Kedua domba berjalan dari arah masing-masing ke tengah pohon. Di sana mereka tidak menemukan jalan yang dapat dilewati secara bersamaan. Tidak ada yang sudi mundur dan membiarkan saudaranya lewat. Pertarungan sengit terjadi. Keduanya terlempar ke dalam sungai dan mati karena kekeraskepalaan mereka. Andai saja salah satunya mengalah terhadap yang lain, seperti yang dilakukan domba sebelumnya, tentu mereka tidak akan celaka.
Kisah Teladan Dua Domba
Kisah Teladan Dua Domba
Kisah Dua Domba di atas mengajarkan kepada kita agar dapat saling menghargai antar sesama. Satu hal yang paling penting adalah untuk memiliki sifat mengalah atau 'legowo' antar sesama dan jangan mau menang sendiri.

Semoga kisah (cerita) di atas dapat memberikan pelajaran untuk kita semua dalam menjalani kehidupan sehari-hari.